KEPAHIANG INDOKAYA.COM – Desa Tangsi Duren yang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, tercatat awal berdirinya pada tahun 1931 silam. Ketika itu masih dibawah pemerintahan penjajah Belanda. Penduduknya diketahui berasal dari Pulau Jawa,
Ceritanya, pemerintah Belanda saat itu membuka perkebunan di Kabawetan, dan sekeompok orang dari jawa tersebut diperkerjakan atau sebagai tenaga kerja untuk membuka lahan.
Saat membuka lahan itulah ditemukan pohon Durian yang sangat besar berdiri di tengah-tengah hutan. Suatu ketika akan menebang pohon durian tersebut, pohon tidak bisa roboh dan berdiri seperti semula, dan begitulah seterusnya.
Akhirnya para pemuka adat setempat mengadakan musyawarah untuk melaksanakan ritual penebangan pohon, dan diputuskan agar penebangan dilakukan oleh salah satu tokoh masyarakat.
Dari cerita itulah, tempat yang dihuni beberapa kepala keluarga diberi nama Dusun Tangsi Duren di tahun 1931. Lama kelamaan Belanda memperluas perkebunannya sampai saat ini yang dinamakan perkebunan Teh Kabawetan.
Ceritanya lagi, orang Belanda selanjutnya menjadikan Kabawetan beberapa bagian wilayah atau dikenal dengan sebutan Afdiling, dan Dusun Tangsi Duren terletak di Afdiling I.
Pada setiap afdiling dipimpin mandor besar yang sekarang ini dikenal dengan sebutan Kades/ Lurah. Sebagai Kepala Desa yang pertama Desa Tangsi Duren adalah Noto. Ia menjabat dari tahun 1931 hingga 1942.
Pada tahun 1942 setelah Belanda meninggalkan Bumi Indonesia, datanglah penjajah dari Jepang. Selama dalam penjajahan Jepang, ekonomi masyarakat mulai memburuk, maka penduduk desa menyisakan 18 Kepala Keluarga saja.
Peninggalan Belanda saat itu, yakni rumah hingga pabrik dibumihanguskan, dan saat itu kegiatan organsasi menjadi pasif. Tahun 1942 ini, kepala desa yang sebelumnya dijabat oleh Noto dilanjutkan oleh Jasmun.
Pada tahun 1949-1950, orang dari Belanda datang kembali ke Kabawetan untuk membuka perkebunan teh, dan dibentuk mandor-mandor besar dan terbentuknya organisasi yang disebut SARBUPRI.
Perjuangan organisasi Sarbupri ini yakni membuka lahan dan pembibitan karena tujuannya membelah hak kaum buruh yang pertama yang diperjuangkan masalah ekonomi, perumahan, kesehatan, pada saat itulah banyak terbentuk organisasi kesenian, olahraga. Lainnya kegiatan gotong royong pun berjalan dengan baik.
Kemudian pada tahun 1965 terjadilah pemberontakan PKI. Semua kegiatan organisasi lumpuh total. Semua orang yang berkuasa saat itu menggunakan kesempatan semena-mena.
Kepala desa di Tangsi Duren kemudian diambil alih oleh Suharto, dan diteruskan yang bernama Salimin. Tetapi Salimin tidak begitu lama menjabat dan memutuskan untuk pindah, hingga jabatannya digantikan oleh Mijan.
Setelah Desa Tangsi Duren menjadi desa defenitif, kepala desa dijabat Wagirun pada 1980-1991. Selanjutnya digelar pemilihan kades, terpilihlah Salimin. Tidak lama kemudian Salimin digantikan Miskun sebagai pejabat sementara hingga tahun 2001.
Singkat cerita, Muriyanto yang menjabat sebagai Kades Tangsi Duren dari tahun 2015 hingga 2021, disebut – sebut sebagai awal terbentuknya Desa Wisata yang terus berkembang hingga saat ini.(AXS)