Kejar Penyelamatan Keuangan Negara, Kejaksaan Tinggi Bengkulu Sita Rumah Pribadi Milik Tersangka Korupsi Pembebasan Lahan Jalan Tol Bengkulu Taba Penanjung

Reporter: Ferry Arisandi | Editor: Yopa Mulya

Gerbang Tol Bengkulu - Taba Penanjung
Gerbang Tol Bengkulu – Taba Penanjung

INDOKAYA ​BENGKULUPenyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek strategis nasional Jalan Tol Bengkulu–Taba Penanjung terus memasuki babak baru. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu secara resmi menyita aset berupa tanah dan bangunan milik salah satu tersangka, Hartanto, yang berprofesi sebagai advokat, pada Selasa sore (16/12/2025).

​Langkah tegas ini diambil sebagai upaya nyata negara dalam memulihkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai miliaran rupiah akibat praktik lancung dalam proses ganti rugi lahan pada periode 2019–2020 tersebut.

​Proses penyitaan berlangsung di bawah pengawalan ketat tim penyidik. Aset yang disita merupakan rumah pribadi mewah yang berlokasi strategis di Jalan Mahakam, Perumahan Bumi Rafflesia Blok B7 Nomor 12A, Kelurahan Jalan Gedang, Kota Bengkulu.

​Di lokasi, petugas memasang stiker dan papan tanda penyitaan sebagai penanda legal bahwa aset tersebut kini berada di bawah pengawasan penuh Kejati Bengkulu. Berdasarkan keterangan resmi, tindakan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu yang diperkuat dengan Surat Penetapan dari Pengadilan Negeri Bengkulu.

​”Kami melakukan penyitaan rumah pribadi milik salah satu tersangka dalam pengembangan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Tol Bengkulu–Taba Penanjung,” tegas Asisten Intelijen Kejati Bengkulu, David Palapa Duarsa, melalui Kepala Seksi Penyidikan, Danang Prasetyo, yang didampingi oleh penyidik Nixon Lubis di lokasi kejadian.

Kasus ini bermula dari adanya laporan ketidak beresan dalam proses pembayaran ganti rugi kepada Warga Terdampak Pembangunan (WTP). Dari total nilai pembebasan lahan yang mencapai sekitar Rp 15 miliar untuk sembilan orang WTP, penyidik menemukan bukti adanya aliran dana yang tidak wajar.

Baca Juga :  Termonitor Gacor! Kejari Kepahiang Tetapkan Belasan Tersangka Selama 2025

Alih-alih diterima sepenuhnya oleh warga yang berhak, sebagian dana tersebut diduga kuat mengalir ke rekening pribadi tersangka Hartanto. Peran HT sebagai advokat dalam proses ini menjadi sorotan tajam, mengingat posisinya yang seharusnya memberikan pendampingan hukum namun justru diduga memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.

Berdasarkan hasil audit dan perhitungan sementara, tindakan para tersangka dalam kasus ini telah menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 4,1 miliar. Nilai ini dianggap cukup signifikan mengingat dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung kelancaran proyek infrastruktur vital di Provinsi Bengkulu.

​Hartanto tidak bekerja sendiri. Kejati Bengkulu sebelumnya telah memetakan jaringan yang melibatkan oknum pejabat berwenang dan pihak swasta. Sejauh ini, terdapat empat nama utama yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pusaran kasus korupsi lahan tol periode 2019–2020 ini, yaitu:

HM, mantan Kepala BPN Bengkulu Tengah, yang memiliki otoritas tertinggi dalam urusan pertanahan di wilayah tersebut. ​AS, Kepala Bidang Pengukuran BPN Bengkulu Tengah, yang bertanggung jawab atas teknis luas lahan. ​HT, advokat yang kini aset rumahnya disita. Ir TS, pimpinan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yang bertanggung jawab atas penilaian harga (appraisal) lahan.

Sinergi antara oknum pejabat pertanahan, penilai publik, dan praktisi hukum ini diduga kuat menjadi pintu masuk terjadinya penggelembungan atau pengalihan dana ganti rugi yang merugikan rakyat dan negara.

Kejaksaan Tinggi Bengkulu memastikan bahwa penyitaan aset ini bukanlah langkah terakhir. Penyidik masih terus menelusuri kemungkinan adanya aset lain yang disembunyikan atau dipindahtangankan oleh para tersangka, baik atas nama pribadi maupun keluarga (TPPU).

Kasus korupsi pembebasan lahan tol ini menjadi perhatian publik di Bengkulu karena menyangkut proyek pembangunan yang sangat dinantikan masyarakat. Dengan adanya tindakan tegas berupa penyitaan aset, diharapkan dapat memberikan efek jera serta memastikan bahwa harta hasil kejahatan korupsi akan kembali ke tangan negara.

Baca Juga :  Gubernur Bengkulu: Bengkulu Harus Miliki Strategi Seperti Program Danantara

Kini, para tersangka terancam jeratan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman pidana penjara yang berat serta denda materiil.

Print